Bagnaia berada di level yang berbeda saat ini. Bagnaia saat ini menjadi seorang pembalap yang tak hanya cepat namun juga tanpa celah. Sementara Martin dan Bezzecchi masih melakukan terlalu banyak kesalahan.
Tahun lalu Bagnaia tertinggal 44 poin dari pemimpin klasemen Fabio Quartararo, dan membuat sejarah MotoGP dengan bisa menjadi juara dunia dengan membalikkan keadaan setelah tertinggal 44 poin.
Saat ini, ketika andil para insinyur menjadi semakin penting di MotoGP, Bagnaia adalah pembalap dengan kemampuan teknis yang sempurna, yang mampu menyerap semua hal teknis dari crew chiefnya Cristian Gabbarini dan kepala teknisi Gigi Dall’Igna, lalu bisa menerjemahkannya ke dalam lintasan balap. Ketiganya bekerja dalam sinergitas yang luar biasa.
Lalu, apa yang membuat gaya balap Bagnaia di atas motor Ducati sangat sempurna ?
Sebelum itu mari kita lihat tiga tahun yang lalu saat Bagnaia pertama kali mengendarai motor Ducati. Waktu itu Bagnaia sering sekali mengalami crash selama satu setengah tahun pertamanya di MotoGP.
Menurut Bagnaia, motor Ducati adalah motor yang sangat stabil dalam pengereman, jadi dirinya bisa mengerem sangat agresif dan menggunakan kecepatannya di corner entry untuk membelokkan motor, jadi Bagnaia tidak merasa kesulitan saat menikung.
Bagnaia menilai dengan gaya balap seperti ini, dirinya tidak kalah cepat dari Yamaha maupun Suzuki di tengah tikungan. Dan kemudian Bagnaia bisa menggunakan power besar mesin Ducati untuk berakselerasi di corner exit.
Tentu saja gaya balap seperti ini bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Terlebih, pembalap harus menggunakan ban depan dan belakangnya untuk mengerem motornya. Dengan menggunakan kedua ban untuk mengerem dampaknya tidak membebani ban depan secara berlebihan saat melakukan pengereman di lintasan lurus.
Kemudian diteruskan dengan sedikit bermanuver sliding saat akan memasuki tikungan untuk mengurangi beban bagian depan saat memasuki tikungan. Hal ini membuat Bagnaia selalu berada di limitnya ketika melibas tikungan, meskipun mungkin tidak terlihat di layar tv.
Aksi langsung ngacir di Red Bull Ring yang dilakukan Bagnaia mengingatkan kita pada Jorge Lorenzo. Bukan kebetulan, karena Lorenzo juga mengendarai motor Ducati di limitnya, menggunakan gaya pengereman super-lambat yang serupa dengan Bagnaia. Lalu menghempaskan motornya masuk ke tikungan dengan kecepatan yang sangat tinggi dan menggunakan corner speed tinggi di tengah tikungan. Jadi saat membuka gas di exit corner, Lorenzo tidak terlalu membebani ban belakang, karena Lorenzo telah memiliki kecepatan tinggi di tikungan.
Gaya balap seperti ini sangat penting di Red Bull Ring, di mana Michelin membekali para pembalapnya dengan ban belakang yang lebih keras untuk menghadapi zona akselerasi gigi rendah yang sangat brutal.
Oleh karena itu, Bagnaia lebih lembut dalam membuka gas. Alasannya ada 2.
Pertama, untuk menghindari wheelspin saat ia keluar dari tikungan, yang mana akan menggerus ban belakang.
Kedua, karena trek Red Bull Ring tidak hanya menggerus ban belakang, tetapi juga membuat mesin boros bahan bakar, jadi Bagnaia harus menghemat setiap tetes bahan bakar yang ada.
Bahkan untuk menghemat bahan bakar, Bagnaia sampai harus menjalankan motornya dengan sangat lambat ketika sesi sighting lap tepat sebelum balapan dimulai . Bagnaia sampai harus menetralkan gigi motornya pada lintasan menurun menuju Tikungan 4 dan mematikan mesin saat keluar dari tikungan terakhir, sebelum tiba di grid untuk menunggu dimulainya lomba.
Saat lampu merah padam, Bagnaia langsung meluncur seperti roket. Ini menunjukkan bahwa Ducati telah meningkatkan performa startnya, sebab dengan mudahnya mengalahkan Binder di Tikungan 1.
Komponen yang diupdate adalah pada perangkat holeshot dan hampir pasti ada perubahan detail lainnya.
Di balapn hari minggu lalu, Bagnaia mencatatkan waktu tercepatnya pada lap ketiga dan tak lama kemudian dengan mudahnya unggul lebih dari satu detik di depan Binder, yang mana ini memberinya keuntungan untuk mengoper gigi pada RPM yang lebih rendah untuk menghemat bahan bakar.
Sayangnya, tidak ada keleluasaan seperti itu bagi Binder. Binder hanya terpaut setengah detik dari Bagnaia di awal balapan, yang mana hal ini punya keuntungan dan kerugian. Untungnya, karena dengan berada di belakang Bagnaia, ia bisa menghemat bahan bakar. Kerugiannya, berada di belakang motor Ducati Desmosedici bertenaga 300 horsepower sama saja halnya seperti memanggang ban depan, ditambah temperatur lintasan yang tinggi membuat ban depan Binder cepat overheat.
Dengan melihat performa Pecco Bagnaia sepanjang musim ini, rasanya pantas menjuluki Pecco Bagnaia dengan sebutan ‘Perfect Pecco’.