MotoGP selalu dihiasi dengan pertempuran para Rider yang berjuang untuk mendapatkan hasil terbaik di setiap race. Seiring dengan waktu yang semakin berganti, MotoGP pun mengalami banyak perubahan dari segi peraturan, format pembalap dan tim, sirkuit tempat balapan digelar hingga munculnya generasi baru, pembalap muda potensial dari kelas Moto2 yang menambah ketatnya perebutan gelar juara dunia di kelas bergengsi ini.
Berbicara tentang juara dunia, kini MotoGP memiliki banyak Rider muda yang mulai menunjukkan kelasnya dengan mampu meraih podium hingga kemenangan saat race. Beberapa nama pembalap yang santer menjadi sorotan saat ini adalah Fabio Quartararo, Francesco Bagnaia dan Enea Bastianini.
Diantara nama-nama tersebut, Enea Bastianini lah yang menjadi kejutan besar di MotoGP. Pasalnya banyak pihak yang tidak menduga, seorang Bastianini mampu berada di deretan papan atas klasemen balap. Lalu sebenarnya siapa Enea Bastianini ini?
Bagaimana kiprahnya di dunia balap hingga kini menjadi bahan perbincangan para penikmat MotoGP di seluruh dunia? Dan seberapa besar potensi yang dimilikinya untuk pantas menjadi juara dunia di kelas para raja, MotoGP? Untuk mengetahui informasinya lebih lanjut, mari kita simak pembahasan lengkapnya berikut ini.
Perjalanan Karir Enea Bastianini
Lahir di kawasan Rimini (Italia), Bastianini telah menyukai hal-hal yang berhubungan dengan motor sejak kecil. Di usia 3 tahun 3 bulan, dia telah mencoba Minibike dan terus mengasah kemampuannya itu setiap hari. Kesukaannya terhadap balapan mendorong pria yang akrab dipanggil “Bestia” ini untuk terjun dalam ajang balap Minibike.
Saat pertama kali mengikuti perlombaan Minibike, Bastianini menggunakan nomor 33. Rupanya angka 33 tersebut mengandung makna yang berarti bagi Enea dan bukanlah nomor sembarangan yang dia pilih sebagai identitasnya dalam balapan. Angka 33 itu rupanya menandakan momen pertamanya mengendarai Minibike, dimana usianya kala itu yang masih 3 tahun dan 3 bulan.
Enea pun terus mengikuti kompetisi ke jenjang yang lebih tinggi hingga menorehkan prestasi manis dalam beberapa ajang balap seperti MiniGP 70cc Italian Championship dan Honda HIRP Trophy 100cc. Menginjak usia remaja, Bastianini pun turun dalam kompetisi Honda RS125 Trophy dan menjadi juara di tahun 2012.
Tahun berikutnya (2013), Bestia mencoba berkompetisi pada ajang Red Bull MotoGP Rookies Cup dan berhasil mendapatkan 2 kemenangan dan menempati urutan ke 4 Championship.
Debut Di Kelas Moto3
Sebelum masuk ke Moto3, Bastianani sempat mengikuti 5 balapan pada Italian Championship, yang sekaligus menandai balapan terakhirnya sebagai Amateur Rider, karena pada 2014, Enea membuat lompatan besar dengan bergabung di kelas Moto3 sebagai Professional Rider. Adalah Team GO&FUN Honda Gresini yang tertarik dengan bakat Enea dan berhasil merekrutnya sebagai pembalap Honda pada musim 2014.
Bastianini mencetak point pertamanya di GP COTA (Circuit of the Americas) dengan menempati urutan ke 13. Di akhir musim, Enea menorehkan pencapaian yang cukup baik untuk seorang Rookie, dengan koleksi 3 podium (podium 2 di GP Catalunya dan GP Brno serta podium 3 di GP Silverstone). Atas prestasi itu dirinya pun mampu merangsek di urutan 9 klasemen.
Prestasi Balap Di Moto3 (2015-2018)
Bastianini menghabiskan waktu yang lama di kelas Moto3 hingga 5 tahun dan pernah mengendarai berbagai jenis motor, mulai dari Honda, KTM hingga Kalex. Di tahun 2015, tepatnya pada bulan September, Enea mengukir kemenangan perdananya saat mengikuti GP Misano setelah mengawali lomba dari Pole Position dan memenangkan duel diantara 5 pembalap.
Momen kemenangan didapatnya berkat aksinya yang sukses melewati Miguel Oliviera di Last Lap. Di tahun ini Bastianini menempati urutan ke 3 klasemen akhir dibawah Miguel Oliviera dan Danny Kent lewat torehan 6 podium (2 kali kemenangan, 4 kali posisi ke 2 dan 1 kali posisi ke 3).
Uniknya, di tahun yang sama, Rider jagoan Yamaha saat ini (Fabio Quartararo) belum mampu menunjukkan performa apik karena sering mengalami Crash dan 5x tidak mengikuti race (DNS). Musim 2016, Bastianini yang membela Gresini Racing mencatatkan 6 kali podium dengan 1 kali kemenangan di GP Motegi, 1 kali podium 1 dan 4 kali podium ke 3.
Prestasi ini menempatkannya sebagai runner up di akhir Championship melalui 177 point yang berhasil dikumpulkannya. Perjalanan Enea di Moto3 berakhir pada penutup musim 2018 dengan raihan 6 kali podium (1 kemenangan di Catalunya, 2 kali podium 2 dan 3 kali podium 3) yang membuatnya berada di urutan ke 5 di klasemen.
Petualangan Baru Di Moto2
Pada 2019, Bastianini memutuskan untuk melangkah setingkat lebih tinggi di level Moto2. Namun tahun pertamanya menjajaki balap menuai hasil yang kurang memuaskan karena Bestia hanya mampu meraup 1 kali podium ke 3 di GP Brno. Di tahun ini pula Bastianini menemui hasil terburuknya dalam balapan ketika 2 kali finish di posisi ke 24.
Ini adalah hasil terburuknya setelah yang paling buruk pernah terjadi kala Enea menjalani musim kompetisi Moto3 2017 dengan hanya melintasi garis finish di urutan ke 27 pada GP Argentina. Meski mendapat hasil yang kurang maksimal, Bastianini masih bisa bercokol di posisi ke 10 klasemen akhir.
Setahun berselang, pada 2020 peruntungan Bastianini berubah drastis. Proses adaptasinya dengan motor mulai menampakkan hasil positif. Enea mampu meraih 7 kali podium dengan 3 kemenangan di GP Andalusia, GP Brno dan GP Emilio Romagna.
Dengan 3 kali kemenangan itu akhirnya mampu mengantarkannya menggapai gelar juara dunia Moto2 pertamanya. Sebuah kebanggaan tersendiri dan menjadi modal penting untuk meningkatkan motivasi mewujudkan mimpinya bertarung di kelas tertinggi, MotoGP.
Perjuangan Bastianini Di Kelas MotoGP
Setelah sekian lama, apa yang di cita-citakan Bastianini terwujud juga di tahun 2021. Ducati yang telah memantau kehebatan Bastianini kemudian menawarinya kontrak sebagai pembalap tim Avintia Esponsorama. Enea pun menerimanya dan memulai lembar baru karirnya di MotoGP dengan mengendarai Desmosedici GP19, motor yang teknologinya 2 step dibawah Desmosedici GP21 milik Francesco Bagnaia.
Ada sebuah cerita menarik dimana saat masuk ke MotoGP, Enea yang identik dengan nomor 33 favoritnya itu, ternyata tak bisa menggunakan nomor tersebut karena telah dipakai oleh Brad Binder. Alhasil Bastianini menggantinya dengan nomer 23.
Alasan pemilihan angka 23 sendiri selain dikarenakan belum digunakan pembalap lain, tetapi juga karena 23 merupakan nomor khas dari Michael Jordan, salah satu idola Bastianini di dunia olahraga. Siapa sangka walau berstatus pembalap Tim Satelit Ducati, Bastianini berhasil menunjukkan kelasnya pada gelaran balap di GP San Marino dan GP Emilio Romagna.
Pada 2 race tersebut, Bastianini menyabet 2 kali podium ke 3 dan sempat mengagetkan banyak pihak. Pasalnya, Bastianini hanya menggunakan motor lama yang bahkan 2 tahun tertinggal dari Desmosedici GP21 milik Jack Miller. Sementara dalam 2 balapan itu Miller justru finish di belakang Bastianini dan sekali tidak bisa finish (DNF).
Kemenangan Penting Di MotoGP 2022
Setelah mampu 2 kali naik podium di MotoGP 2021, Bastianini makin menjadi-jadi di MotoGP 2022. Jika banyak pihak yang memprediksi tahun 2022 akan menjadi persaingan ketat antara Bagnaia dan Quartararo, maka Bastianini telah berhasil mengacaukan prediksi tersebut.
Dengan kemenangan di GP Qatar, GP Austin dan GP Le Mans yang lagi-lagi dengan spek motor yang tertinggal dari Factory Team Ducati, sudah cukup membukakan mata pecinta MotoGP tentang siapa Bastianini sebenarnya. Pria Rimini kini memperlihatkan kelasnya dan siap bertarung untuk memperebutkan gelar juara dunia MotoGP.
Apalagi di musim depan Enea dipastikan telah mendapatkan dukungan penuh dengan spesifikasi motor yang sama dengan Bagnaia. Hal ini telah di konfirmasi Carlo Pernat, manajer Bastianini di Gresini Racing MotoGP. Ketika ditanya tentang masa depan Enea, Pernat menunjukkan 3 fakta penting pada awak media.
Pertama, Bastianini adalah orang Italia, lalu dia memenangkan 3 balapan dan mengendarai Ducati dengan baik. Hal itu sangat cocok dengan filosofi Ducati yang ingin agar pembalap Italia dapat meraih juara dunia dengan motor buatan Italia.
Pernat juga menambahkan bahwa dia telah bertemu dengan Paolo Ciabatti dan Gigi Dall’Igna usai balap di GP Le Mans dan menandatangani kesepakatan tentang Bastianini yang akan mendapat motor Pabrikan dan support penuh dari Alberto Giribuola dan Dario Massarin, 2 sosok penting di Tim Ducati. Lalu akankah Bastianini dapat menggapai mimpinya untuk menjadi juara dunia MotoGP?
Dengan kemampuan dan potensinya besarnya, serta perjalanan karir balap yang masih panjang, tidak menutup kemungkinan hal itu bisa terjadi di masa depan. Hanya waktu yang akan menentukan apakah Bastianini mampu terus mempertahankan konsistensinya untuk bersaing di papan atas klasemen dan pada akhirnya keluar sebagai juara dunia MotoGP.
Jika itu terjadi, Ducati akan menuntaskan 2 misi besarnya, mengembalikan kejayaan masa lalu di era dominasi Casey Stoner 2007 dan menunjukkan pada dunia bahwa mereka memiliki pembalap Italia bertitel juara dunia dan mengendarai motor yang berasal dari Italia.