Di era balap modern seperti saat ini, keberadaan ban memegang peranan penting pada setiap balapan. Tanpa kondisi yang baik dan pengelolaan strategi yang tepat pada pemilihan jenis ban yang dipakai, sulit rasanya bagi seorang Rider untuk bisa berada di depan dan menembus podium utama. Dalam sejarah MotoGP, dikenal 3 jenis ban yang pernah dipakai untuk event balap.
Ban tersebut adalah Michelin, Bridgestone dan Dunlop. Namun dalam beberapa dekade terakhir, hanya Michelin dan Bridgestone lah yang cukup kompetitif bersaing di level tertinggi. Sementara Dunlop harus mengakhiri ceritanya di MotoGP sejak akhir 2007.
Regulasi pada MotoGP selalu mengalami perubahan setiap tahunnya. Perubahan tersebut juga mencakup tentang pengaturan pada kriteria dan pemasok ban yang diijinkan sebagai suplier utama di MotoGP. Sebelum tahun 2009, baik Michelin dan Bridgestone sama-sama berebut tempat terbaik melalui para Rider penggunanya.
Namun setelah memasuki musim 2009, dengan pemberlakuan One-tyre maker oleh Dorna, maka hanya akan ada 1 supplier ban saja yang dapat bertahan di MotoGP. Dan Bridgestone memenangkan pertarungan kala itu. Bertahun-tahun menjadi pemasok ban kepercayaan Dorna, pada akhir 2015 Bridgestone harus menyudahi kerjasama tersebut dan disitulah Michelin kembali hadir untuk menggantikan Bridgestone pada 2016.
Banyak publik yang masih bertanya-tanya, sebenarnya mana yang lebih tepat dan lebih baik untuk MotoGP? Apakah Bridgestone? ataukah Michelin? Untuk menjawabnya, mari kita simak ulasannya berikut ini.
Perbedaan Karakter Michelin Dan Bridgestone
Dari kompon bahan yang digunakan untuk ban, Bridgestone cenderung lebih compact dan lebih keras daripada kompon ban Michelin yang selalu lebih lunak. Kompon lebih keras menguntungkan pembalap dari sisi durabilitas atau ketahanan. Artinya ban lebih dapat bertahan hingga garis finish jika dipacu kencang.
Sementara kompon yang lebih lunak akan memberikan grip/daya cengkram yang lebih baik, sehingga akan meningkatkan Lap Time pembalap. Salah seorang jurnalis Spanyol, Manuel Pecino yang telah meliput MotoGP sejak Valentino Rossi masih di kelas 125cc pun menjelaskan tentang filosofis antara Michelin dan Bridgestone yang sangat berbeda.
Michelin selalu berpedoman pada filosofi “The rear tyre sets the times” yang berarti ban belakang memiliki peran utama untuk membentuk kecepatan motor. Sementara Front Tyre berfungsi untuk menahan kestabilan motor ketika mengerem. Pendekatan seperti ini adalah pendekatan lama di era 2tak. Di masa itu, motor-motor punya tenaga berlebih dan bisa dibilang mempunyai power yang liar.
Dengan motor 2tak berkapasitas 500cc, pembalap tidak punya banyak waktu melakukan Lean Angle di tikungan. Mereka harus cepat saat masuk dan keluar tikungan. Jika terlalu lama di tikungan, maka resiko Crash bisa saja menimpa mereka. Oleh karena itu, Michelin membuat ban belakang yang istimewa dan memliki grip yang bagus.
Lain halnya dengan ban depan mereka yang tidak terlalu memiliki grip kuat, karena memang hanya digunakan untuk menjaga kestabilan, tidak seperti pada Bridgestone. Bridgestone sendiri lebih mengutamakan sisi depan mereka. Ban depan memiliki cengkraman sangat kuat, sementara ban belakang kurang memiliki grip.
Tujuan Bridgestone membuat ban depan yang kuat gripnya adalah agar pembalap dapat mengerem sedekat mungkin di tikungan. Maka tak heran, jika pembalap yang sering melakukan Late Braking, sangat menyukai Bridgestone. Mereka biasanya juga akan melakukan Rear Wheel Slide ketika menikung untuk mengatasi kurangnya grip di ban belakang.
Dan ini selalu menjadi tontonan menarik bagi penikmat balap. Michelin sendiri justru tidak seperti itu. Mereka berusaha mengurangi sliding ban belakang agar bisa menyelesaikan tikungan lebih cepat, daripada berlama-lama Show Up dengan gaya Rear Wheel Slide. Pembalap yang menyukai ban Michelin, sebagian besar adalah tipikal pembalap dengan gaya Cornering Speed, bukan Late Braker.
Kejadian Crash dengan Michelin biasanya akan sering terjadi pada pembalap yang terbiasa dengan Bridgestone dan menggunakan cara yang sama dengan Michelin. Itu tidak akan bisa bekerja dengan baik. Kenapa? Karena Michelin dengan kompon lunaknya harus dikendalikan secara halus. Pengguna Bridgestone mungkin terbiasa memainkan gas di setengah tikungan terakhir.
Ketika posisi tubuh berada di sudut Lean Angle tepat dan telah berada di tengah tikungan, pengguna Bridgestone akan langsung membuka gas. Jika itu dilakukan dengan Michelin, maka ban depan akan langsung mengalami Lost Grip dan pembalap pun tersungkur ke aspal. Jadi untuk membuka throttle dengan Michelin di tikungan memang harus lebih bersabar dan halus ketimbang Bridgestone.
Tuas rem pun tak bisa di tekan terlalu lama dengan Michelin. Tuas rem harus dilepas lebih awal dan kemudian memainkannya sedikit saat akan masuk tikungan. Jika dengan Bridgestone, pembalap bisa menekan tuas rem hingga motor benar-benar berhenti dan tidak akan mengalami Crash.
Perbedaan Respon Michelin dan Bridgestone Pada Tim Balap
Carmelo Ezpelata, selaku bos Dorna menjelaskan bahwa baik Michelin dan Bridgestone sama-sama telah memberikan yang terbaik untuk MotoGP. Ezpleta juga menerangkan tentang perbedaan keduanya dalam memenuhi kebutuhan tim balap. Menurut Ezpelata, ketika Bridgestone masih menjadi pemasok tunggal ban di MotoGP, tidak banyak ruang yang bisa di diskusikan.
Bridgestone selalu membawa ban yang sesuai dengan parameter mereka. Ban dengan hasil uji yang layak dan hanya itu yang selalu diberikan untuk tim balap. Tim balap sendirilah yang harus memilih ban yang tersedia sesuai kebutuhan mereka. Jadi tim balap perlu menyesuaikan diri dengan variasi ban Bridgestone yang tersedia. Sedangkan Michelin memiliki pendekatan berbeda.
Mereka juga mengikuti kebutuhan pembalap, dengan kata lain, Michelin juga bersedia memenuhi kebutuhan ban sesuai dengan permintaan tim balap. Jadi disini terlihat jelas bagaimana perbedaan Bridgestone dan Michelin dalam menyuplai ban. Bridgestone menyediakan ban bagus sesuai standar mereka.
Pembalap yang beradaptasi dengan ban tersebut. Sedangkan Michelin tidak hanya menyuplai ban bagus saja, namun mereka juga mau beradaptasi dengan kebutuhan tipe ban yang dibutuhkan tim balap.
Jadi Mana Yang Terbaik? Michelin Atau Bridgestone?
Semua kembali lagi pada kebutuhan dan kecocokan pembalap terhadap karakteristik ban tersebut. Karena masing-masing ban memiliki sisi plus dan minusnya sendiri. Jika menilik sejarah, baik Michelin atau Bridgestone sama-sama telah mengantarkan banyak pembalap penggunanya meraih titel tertinggi di kelas MotoGP.
Jika ditanya kepada pembalap, jawaban mereka pun akan sangat beragam. Artinya tidak ada parameter pasti untuk menjustifikasi apakah salah satu ban lebih unggul dibanding lainnya. Kita hanya dapat memandangya dari sisi relativitas. Jadi penilaian pada Michelin Atau Bridgestone akan selalu subyektif, bergantung pada mana yang lebih tepat untuk pembalap tersebut.
Dulu rossi suka kombinasi, depan bridgestone, belakang michelin