Keunikan MotoGP didukung oleh pendanaan yang besar dan pengaruh teknologi yang berperan vital dalam menciptakan tunggangan dengan kemampuan mumpuni untuk bertarung di lintasan. Oleh sebab itu, tanpa adanya sokongan dana yang besar, sulit untuk bisa berkembang di era balap modern seperti saat ini.
Namun daya tarik MotoGP sebenarnya tidak selalu berasal dari kecanggihan motor. Bahkan di era lampau, ditahun 60an-70an, dengan minimnya teknologi motor, nyatanya tak menyurutkan semangat pecinta MotoGP yang dulu masih dikenal dengan istilah Grand Prix ini untuk menonton setiap seri balapan.
Lalu seperti apa jalannya balapan di era 60an-70an itu? Dan seberapa besar perubahan yang terjadi pada MotoGP selama kurun waktu 4 dekade? Untuk mengetahui jawabannya, mari kita simak ulasannya berikut ini.
Sejarah Berlangsungnya Grand Prix
Kejuaraan balap Grand Prix MotoGP pertama kali di selenggarakan pada 1949 oleh Federation Internationale de Motocyclisme atau FIM. FIM sendiri adalah organisasi tertinggi yang mengatur berbagai bentuk kegiatan balap motor, termasuk standar keamanan, regulasi dan format kompetisinya.
FIM sendiri merupakan penerus dari FICM (Federation Internationale Des Clubs Motocyclistes) yang telah berdiri lama sebelum adanya FIM, tepatnya pada tahun 1900. Namun peresmian namanya baru terjadi pada 1938 akibat adanya Perang Dunia II hingga kompetisi balap baru bisa bergulir setelah perang usai.
Dan pada 1949 lah Grand Prix dibuka petama kalinya dengan kejuaraan pada beberapa kelas, seperti 50cc, 125cc, serta 250cc untuk single seater, sedangkan 350cc dan 500cc untuk sidecars motor. Namun, pada tahun 1984, kelas 50cc dihapus dan diganti dengan 80cc.
Tak lama, pada tahun 1990-an, kelas ini ditiadakan hingga akhirnya menyisakan 125cc, 250cc, 350cc, dan 500cc untuk kejuaraan dunia. Saat itu Leslie Graham berhasil menjadi orang pertama yang menjuarai Grand Prix kelas 500cc .
Kemudian kelas 350cc dijuarai oleh Freddie Frith bersama tim Velocette, kelas 250cc dijuarai oleh Bruno Ruffo bersama tim Moto Guzzi, dan terakhir kelas 125cc dijuarai Nello Pagani bersama tim Mondial.
Selama 17 tahun sejak pertama kali dibuka untuk Grand Prix, Pabrikan Italia terbilang sebagai yang paling sukses meraih prestasi tertinggi. Pada periode 1958-1960, Pabrikan Italia seperti Mondial, Moto Guzzi, dan MV Agusta mampu mendominasi kemenangan race dan tak mampu disaingi Pabrikan negara lainnya.
Pada periode itu jugalah MV Agusta berhasil memperoleh gelar juara dunia selama 3 musim berturut-turut di 4 kelas berbeda. Di era 1950-1960, balapan dikuasai mesin 4-tak yang mencakup semua kelas balap. Setelah tahun 60an, barulah mesin 2-tak mulai hadir dan dipakai untuk kelas balap dengan kubikasi mesin lebih kecil.
Tingkat Safety Pembalap
Pembalap MotoGP jaman sekarang boleh lebih senang karena tingkat keamanannya lebih terjaga dengan peralatan Safety yang jauh lebih mampu melindungi tubuh pembalap dari benturan dan insiden yang tak terduga saat balapan berlangsung. Hal ini berbeda jauh pada Grand Prix klasik era 60an-70an dimana level Safetynya masih belum terlalu tinggi. Itu dapat dilihat pada Wearpack dan helm yang dipakai para Rider.
Pada tahun 1974, bentuk helm sudah Full Face dengan visor lebar hingga ke mulut. Sementara pada MotoGP modern, bentuk helm dibagian shell mulut lebih tebal dengan material yang kuat menahan benturan, tidak seperti helm kaca pada Grand Prix era 70an.
Sedangkan dimasa sebelumnya pada era 60-an, helm yang dipakai berbentuk setengah bola ditambah kacamata hitam pelindung mata, tanpa adanya penutup mulut. Dari sisi Wearpack, para Rider GP 60-an hanya mengenakan jaket hitam sebagai Wearpack.
Sedangkan di tahun 70-an sudah menggunakan Wearpack yang lebih bagus namun tidak dilengkapi Elbow Protector dan Knee Protector. Jadi untuk Hit Impact-nya hanya menggunakan bantalan tipis yang menyatu pada Wearpack.
Tidak ada teknologi Airbag, dan juga tidak memiliki punuk dibagian punggung belakang yang mampu melindungi hantaman keras dengan aspal saat pembalap Crash. Bagian itu biasanya juga dipakai sebagai tempat air minum dengan selang yang terhubung ke helm pembalap.
Bisa dibayangkan bagaimana jika terjadi insiden fatal. Pembalap berpotensi mengalami cidera serius pada syaraf dan berujung pada hal buruk yang akan menimpa tubuh para Rider.
Penanganan Pembalap Crash Yang Asal-Asalan
Masih ingat dengan insiden maut yang dialami mendiang Daijiro Kato pada GP Suzuka 2003? Ya, insiden itu menyebabkan sirkuit asal Jepang tersebut dicoret dari kalender balap MotoGP selamanya. Penyebabnya adalah para Marshall yang bekerja tidak sesuai standar keamanan balap.
Mereka hanya mengibarkan Yellow Flag, dimana seharusnya kejadian seperti itu diberikan Red Flag. Selain itu, cara Marshall mengangkat tubuh Kato keatas tandu sangat kasar hingga kepalanya beberapa kali terbentur dan menambah parah luka dalam hingga membuat Kato harus tidak selamat pada insiden memilukan itu.
Kejadian serupa kerap terjadi pada Grand Prix 60-70an. Pembalap yang Crash parah akan digotong dan ditarik kakinya, bahkan tanpa menggunakan tandu ke sisi tepi sirkuit. Marshall juga mencopot helm pembalap tanpa cara yang halus.
Yang lebih buruk lagi, ada Marshall yang datang tanpa menggunakan baju Marshall-nya dan menyapu sisa material motor di lintasan tanpa mengibarkan Red Flag. Balapan terus berlanjut dan mereka masuk lintasan sambil membersihkan puing-puing motor. Yang lebih mengherankan lagi, para fotografer bebas leluasa keluar masuk trek saat balapan sedang berjalan.
Start Dorong Jadi Ciri Khas Grand Prix
Kemudahan menghidupkan mesin motor dengan Block Starter/Roller Starter tak pernah dirasakan pembalap Grand Prix jaman dulu. Untuk menyalakan mesin, mereka harus bersusah payah mendorong motor beberapa meter sampai motor bisa menyala.
Meskipun begitu, aksi dorong motor saat start di jaman dulu bisa menjadi tontonan menarik bagi pecinta Grand Prix, yang kini tak lagi ditemui pada MotoGP era modern. Tepatnya, setelah tahun 1987, cara Push Start ini sudah tidak dipakai lagi karena alasan keselamatan.
Start Dengan Bendera
Di era 60-70an belum ada sistem start dengan lampu. Start dimulai dengan dikibarkannya bendera dari tepi lintasan. Bendera yang digunakan biasanya bercorak/bermotif warna sesuai negara penyelenggara balap. Namun metode ini banyak menimbulkan ketidakadilan karena pembalap mempunyai kesempatan untuk mencuri start dengan cara Jump Start.
Sehingga saat bendera dikibarkan, ada pembalap yang motornya sudah sedikit bergerak terlebih dahulu. Sejak adanya sistem start dengan lampu, cara mengawali lomba dengan bendera itu sudah tidak pernah dipakai kembali.
Kondisi Sirkuit Balap
Dahulu kala, Grand Prix bisa dilangsungkan pada sirkuit jalanan sebagai arena balap. Tentunya kondisinya masih jauh dari standar keamanan balap. Biasanya pada bagian dinding pembatas, dipasang tumpukan jerami yang diikat atau dibungkus, sebagai bantalan dan peredam benturan ketika motor keluar lintasan.
Meski fungsinya kurang begitu bagus karena daya tahan jerami tidak terlalu kuat menahan bobot motor yang melaju kencang. Sementara untuk aspalnya, masih ditemukan bagian yang tidak rata dan bergelombang (Bumpy) hingga tak menutup kemungkinan motor bisa melompat saat mengenai bagian yang tidak rata tersebut.
Penonton Balap
Bila sekarang penonton yang dapat menyaksikan balap telah diberi tempat khusus pada tribun dengan pengaturan jarak yang aman dari dinidng pembatas sirkuit, maka hal semacam itu tak ditemui pada Grand Prix klasik. Pada era 60-70an penonton bisa tumpah ruang di sepanjang sisi tepi lintasan.
Di Pit Stop akan dijumpai banyak orang berkerumun, termasuk fotografer. Para penonton itu berdiri tanpa adanya kursi khusus. Ini sangat tidak aman untuk keselamatan penonton dan para Rider, karena tidak dapat diprediksi apakah dalam balapan akan ada pembalap yang Crash atau tidak dan dimana lokasi Crash itu tidak pernah ada yang tau.
Jadi bila penonton memadati tepi lintasan, besar kemungkinan saat ada insiden pembalap jatuh, akan meningkatkan risiko keselamatan penonton di dekatnya.
Bentuk Motor
Di era 60-70an, desain dan bentuk motor masih cukup sederhana. Jauh berbeda tampilannya dengan MotoGP masa kini yang nampak futuristik dan elegan. Setiap motor yang dipakai pada MotoGP sekarang di desain dengan memperhatikan banyak aspek seperti Aerodinamika, Center OF Gravity, Stabilitas dan kenyamanan untuk dikendarai.
Hal ini sangat kontras dengan Grand Prix klasik dimana bentuk motornya yang terkesan simple tanpa banyak lekukan yang tajam, bahkan terlihat unik jika diperhatikan pada era sekarang. Jika berkaca pada tahun 1950-an, maka para pecinta balap akan melihat model fairing motor yang digunakan untuk balap sangatlah unik, karena bentuknya yang besar menyerupai ikan paus.
Desain fairing seperti itu disebut dengan Streamliner Fairing dan diaplikasikan untuk MotoGuzzi V8. Sedangkan pada perioder 1960-an, bentuknya sudah mulai berubah sedikit lebih maju dan lebih baik, tapi tetap mempertahankan ciri khas bentuk bulatnya pada semua bagian Fairing, seperti pada Honda RC166.
Jumlah Peserta Balap
Umumnya dalam 1 musim kompetisi, pembalap yang ikut berpartisipasi dalam kejuaraan balap MotoGP berjumlah 20 pembalap atau lebih yang terdiri dari pembalap pabrikan, pembalap tim satelit dan Privateer Team.
Lalu bagaimana dengan Grand Prix 60-70an? Berapa banyak pembalap yang mengikuti lomba?
Ternyata jumlahnya sangat banyak. Tercatat di tahun 1966 ajang Grand Prix diikuti oleh 69 Rider utama, dan totalnya mencapai lebih dari 120 pembalap jika dikalkulasikan bersama semua Replacement Rider dan Subtitute Rider-nya. Sebuah angka fantastis untuk kejuaraan balap motor level tertinggi.
Banyaknya jumlah Rider itu membuat persaingan semakin ketat, tidak hanya melibatkan 3-4 pembalap saja yang memenangi race dan mendominasi kemenangan seri, tapi jumlahnya bisa sampai 10 pembalap unggulan seperti Giacomo Agostini, Mike Hailwood, Jim Redman, Frantisek Statsny dan Jack Findlay yang bertarung untuk berebut kemenangan di tiap balapan.
Jumlah Pabrikan Yang Ikut Grand Prix
Dimusim ini, MotoGP diisi oleh banyak pabrikan besar seperti Yamaha, Honda, Ducati, KTM, Aprilia dan Suzuki yang akhirnya memutuskan hengkang lagi dari MotoGP untuk kedua kalinya akibat masalah finansial setelah Comeback pada 2015 lalu.
Lantas bagaimana dengan Pabrikan balap di jaman dahulu?
Ternyata sangat mengejutkan, terdapat lebih dari 15 Pabrikan yang ikut dalam kompetisi Grand Prix. Luar biasa!! Sudah pasti persaingan akan menjadi tidak mudah karena banyaknya kompetitior dengan keunggulan performa motornya masing-masing. Ke-15 Pabrikan itu diantaranya terdiri dari Pabrikan Eropa dan Pabrikan Jepang.
Dari Eropa ada Pabrikan Bianchi, BMW, BSA, Ducati, Gilera, Horex, Jawa Motors, Matchless, Moto Guzzi, MV Agusta, Bultaco-Kreidler, Kreidler, Norton & Triumph. Sementara dari Jepang terdapat Honda, Yamaha & Suzuki sebagai peserta Grand Prix.
Teknologi
Untuk teknologi motor, jelas sudah bahwa Grand Prix 60-70an sangat jauh tertinggal dari era MotoGP. Bisa dibayangkan berapa banyak kecanggihan peralatan yang terpasang didalam sebuah motor MotoGP. Teknologi itu terus berkembang dengan peningkatan daya guna dan efektivitas yang semakin baik.
Pada kurun waktu 5-7 tahun terakhir, penggunaan teknologi semakin massive pada motor. Kini motor balap telah dilengkapi dengan banyak fitur penunjang performa di lintasan seperti Seamless Gearbox, Aero Fairing, Hole Shot Device, Pneumatic Valve, Magnesium Block hingga Carbon Disc untuk pengereman maksimal.
Semua itu tidak dijumpai pada era 60 hingga 70-an. Kala itu pembalap memacu motor dengan minim teknologi dan risiko keselamatan yang lebih tinggi. Motor 50cc yang mampu melaju di kecepatan lebih dari 150 km/jam sangat berbahaya.
Apalagi diketahui bahwa faktor safety untuk motor sendiri masih kurang. Ban Super Mini atau dikenal dengan istilah Ban Cacing masih digunakan untuk race, sementara sistem pengeremannya sangat sederhana, bahkan ada motor yang hanya menggunakan pengereman layaknya sepeda biasa.