Hampir tidak ada yang menghubungkan motor Ducati Desmosedici 2007, yang mana telah membawa Casey Stoner meraih juara dunia MotoGP pertama bagi Ducati, dan Ducati Desmosedici 2022 yang akan membawa Pecco Bagnaia menjadi juara dunia pembalap kedua Ducati di Valencia hari Minggu ini.
Memang hampir semuanya telah berubah di MotoGP sejak Stoner meraih juara dunia, tapi masih ada 2 hal yang masih sama sampai saat ini di Ducati, yaitu basis layout mesin yang masih mengusung mesin V4 90 derajat dan seorang crew chief yang setia duduk di samping Casey Stoner dan Pecco Bagnaia saat ini.
Perubahan terbesarnya tentu ada di karakter motor Desmosedici. Di tahun 2007, hanya satu pembalap yang bisa mengendarai motor ini dengan cepat, sementara sekarang semua pembalap Ducati bisa melaju dengan cepat.
Cristian Gabarrini bisa dibilang adalah seorang teknisi pertama yang sangat memahami talenta alami dari Stoner. Saat itu, pria Italia ini merupakan seorang insinyur data di tim Lucio Cecchinello (baca: Cekinelo) saat Stoner remaja masih di tim LCR Aprilia dengan mengendarai RSW250. Yang membuat takjub Gabarrini saat itu adalah kemampuan Stoner dalam membuka gas. Gabbarini sebelumnya belum pernah melihat seorang pembalap yang bisa membuka gas begitu awal dan sangat agresif ketika keluar tikungan.
Gabarrini kemudian bergabung di Ducati tahun 2006, sementara Stoner akhirnya masuk ke Ducati di 2007, dan seperti yang kita tahu Stoner menjadi juara di tahun ini. Hubungan antara pembalap dan Crew Chief ini kemudian berjalan sangat spesial, sampai saat Stoner memutuskan untuk pergi ke Honda di 2011, Stoner juga memboyong Gabarrini ke Honda.
Tugas seorang Crew Chief memang sangat spesifiik di MotoGP. Crew Chief menjadi orang pertama yang akan ditemui pembalap saat pekan balap dimulai. Crew Chief tidak hanya harus mendengarkan apa yang pembalap katakan padanya, tapi seorang Crew Chief juga harus mengerti apa yang dipikirkan dan dirasakan pembalapnya. Jadi bisa dibilang selain menjadi mekaniknya pembalap, seorang Crew Chief juga bisa berperan seperti psikiater dan orang kepercayaan pembalapnya. Mengkombinasikan persoalan hati dan ilmu mekanis tentu sangatlah tidak mudah, itulah mengapa Crew Chief yang sangat bagus sangatlah langka di MotoGP.
Seorang Crew Chief berkomunikasi dengan pembalapnya setiap sesi pekan balap, kemudian mengatur setup motor berdasarkan keinginan pembalapnya sekaligus membuat strategi untuk balapan di hari minggu. Seorang Crew Chief juga berperan menerjemahkan apa yang dipikirkan dan dirasakan pembalapnya kepada para insinyur pabrikan, sehingga para insinyur pabrikan ini bisa membantu pembalap dalam menghadapi pekan balap dan juga pengembangan motor ke depannya.
Gabarrini telah mengantarkan Stoner merengkuh juara dunia keduanya di Honda tahun 2011, dan mungkin saja bisa memenangkan gelar ketiganya di 2012 bila Bridgestone tidak mengganti konstruksi ban depannya di pertengahan musim, karena pergantian ini menimbulkan masalah chatter atau getaran serius pada motor Honda RC213V.
Gabarrini masih tetap di Honda setelah Stoner memutuskan pensiun di akhir musim 2012. Tugasnya berubah sebagai mekanik di tim Repsol Honda lalu kembali menjadi Crew Chief untuk pembalap rookie saat itu Jack Miller. Dia kemudian kembali ke Ducati di 2017 dengan membantu pembalap baru Ducati, Jorge Lorenzo, yang bisa saja merengkuh gelar dunia kedua bagi Ducati bila manajemen Ducati tidak terburu buru memutuskan untuk tidak bekerja sama lagi dengan Lorenzo di 2018.
Setelah bersama Lorenzo, Gabarrini memulai petualangannya bersama juara dunia Moto2, Pecco Bagnaia di 2019 di tim Pramac Ducati sampai saat ini.
Di tahun 2020, yang merupakan tahun kedua Bagnaia di MotoGP, Ducati sebenarnya sudah mulai menyadari bahwa Bagnaia adalah harapan besar bagi Ducati untuk kembali sukses merengkuh gelar dunia. Di musim debutnya, Bagnaia memang menjadi rookie MotoGP yang paling buruk, karena dia sangat banyak mengalami crash.
Masalah utama Bagnaia adalah feelingnya pada ban depan tidak pernah bagus, yang membuatnya selalu kehilangan grip ban depan saat masuk ke tikungan, karena dia selalu mengerem dengan keras dan masuk ke tikungan dengan cepat.
Dan akhirnya di penghujung musim 2019, insinyur elektronik Ducati dan Crew Chief Gabarrini berhasil meyakinkan Bagnaia untuk mengganti setup motor dan memperbaiki gaya balapnya.
Menurut Davide Tardozi, perbedaan utama dari gaya balap Bagnaia dan Dovizioso adalah Bagnaia selalu lebih mengandalkan corner speed ketika melibas tikungan. Sementara gaya balap yang dimiliki Dovizioso selama ini sebenarnya bekerja dengan bagus, namun saat ini tidak bekerja dengan baik dengan ban Michelin 2020.
Ban belakang Michelin 2020 dikenal dengan komponnya yang lebih lembut dan membutuhkan gaya balap yang lebih halus, yang mana ini sangat cocok dengan gaya balap Bagnaia yang seperti Lorenzo. Jadi tak heran Ducati melihat Bagnaia sebagai masa depannya.
Keunggulan lainnya yang dimiliki Bagnaia adalah kemampuannya dalam membawa corner speed lebih di tikungan, yang mana juga membantu meminimalisir masalah klasik motor Desmosedici yaitu saat menikung.
Ducati lalu mulai memperbaiki sedikit kelemahan menikungnya dengan memperkenalkan komponen diffuser yang terinspirasi dari Formula 1 di 2021, yang mana komponen ini membantu mempercepat aliran udara di bawah fairing untuk menciptakan area bertekanan udara rendah yang membantu meningkatkan grip motor dan menikung.
Perubahan kecil pada Desmosedici di tahun 2022 rupanya membingungkan Bagnaia dan Ducati di awal musim ini, menyebabkan dirinya banyak crash. Tapi saat Gabarrini dan rekan insinyur Ducati lainnya menemukan setingan motor yang bisa membuat Bagnaia mengerem keras dan masuk ke tikungan secepat yang dia mau, Bagnaia akhirnya bisa meraih 6 kemenangan pada bulan Mei sampai September lalu dan mengambil alih pimpinan klasmen dari Quartararo di Australia.
Minggu ini, Bagnaia hanya harus finish ke 14 agar bisa mengamankan gelar dunianya, bahkan bila Quartararo bisa menang. Dengan kata lain, Bagnaia hanya akan kalah kalau dia crash atau mengalami masalah teknis pada motornya.
Bagnaia dan Gabarrini akan tetap bersama sampai 2023, tapi Ducati akan kehilangan 2 crew chief hebatnya tahun depan, karena KTM mulai membajak insinyur Ducati. Masuk akal KTM melakukan ini karena Ducati memang menjadi motor terbaik saat ini.
Crew Chief Ducati yang pindah ke KTM adalah Alberto Giribuola dan Cristhian Pupulin yang merupakan Crew Chiefnya Enea Bastianini dan Jack Miller.
Kehilangan Giribuola merupakan kerugian cukup besar bagi Ducati, karena dia dulunya adalah crew chief Andrea Dovizioso saat Dovi bisa memenangkan banyak balapan bagi Ducati dan membantu Bastianini memahami motor MotoGP dari musim debutnya sampai saat ini menjadi salah satu pembalap tercepat di grid. Sementara Pupulin yang sudah bersama Ducati selama 21 tahun, masih akan tetap menjadi Crew Chief Miller di KTM.