![Senna memeluk Prost, " I love you, mate!"](https://www.startinggrid.id/wp-content/uploads/2022/03/senna-prost-okezone.jpg)
KONTROVERSI
Awal penulis menyukai olahraga mahal dan berbahaya ini, langsung ngefans dengan pembalap asal Brazil ini.
Saking ngefansnya, nama Senna sampai penulis sebut di Chapter pertama Novel penulis.
Waktu itu, dia tergabung dengan tim McLaren Honda berpasangan dengan Alain Prost, rekan setim yang sekaligus rival terberatnya. Di tangan mereka berdua, tim order yang menjadi strategi sebagian besar tim Formula 1, jadi mentah semua. Alih-alih saling bantu, mereka malah berkompetisi dengan sengit, seolah seluruh trek itu milik mereka berdua, yang lain anak bawang.
Bagaimana tidak, Mclaren yang waktu bermesin Honda Mugen, adalah mobil tercepat. Lawan-lawannya nggak sanggup mengimbangi keperkasaan mesin Honda. Tak juga Ferrari atau Williams.
Tak pelak, persaingan sengit keduanya pun menjadi tontonan yang sangat menarik dan nggak membosankan. Malahan pada satu balapan mereka hampir adu jotos.
Setidaknya Sirkuit Suzuka, Jepang, menjadi saksi bisu rivalitas mereka yang tidak mengenal, atau mungkin lupa, bahwa mereka mengemudkan mobil di satu tim yang sama. Padahal Prost saat itu menaruh harap pada Senna untuk mengamankan gelar tahun itu. Akhirnya (mereka) harus mengalami petaka yang terjadi terjadi pada lap ke 46.
![](https://www.startinggrid.id/wp-content/uploads/2022/03/sennakecil-wikipedia.jpg)
KEHIDUPAN DAN AWAL KARIER
Seperti kebanyakan pebalap legend, kecintaan Senna dimulai sejak usia dini. Setidaknya, pada usia 6 tahun, disaat anak-anak sebayanya asyik dengan mobil mainan, Senna sudah main mobil beneran, alias Gokart. Ayah Senna yang seorang tuan tanah itu memungkinkan mimpi Senna untuk memiliki ‘mainan’ yang ‘bukan main’. ‘Mainan’ yang bukan main itu adalah Gokart rakitan sang ayah yang ditenagai mesin pemotong rumput bertenaga 1 horse power.
Memasuki usia 13 tahun pada tahun 1973 Senna mulai ikut kejuaraan Gokart di sirkuit Interlagos, Brazil.
Bakat Senna tampaknya terbukti di sirkuit ini. Di debut pertamanya ini Senna menempati Pole position mengalahkan anak-anak yang lebih tua dan berpengalaman darinya. Pada balapan pertamanya ini Senna sempat memimpin balapam beberapa lap sebelum akhirnya tersingkir dari balapan karena kecelakaan dengan rivalnya.
Berbekal result dari kejuaraan Senna yang pertama, ayahnya menyerahkan Senna dibawah manajemen Lucio Pascal Gascon untuk mengelola bakat anaknya. Pada tahun 1977 Senna sekali lagi membuktikan diri bahwa kelak, dirinya akan jadi seorang kampiun dengan memenangkan Karting Championship Amerika Selatan.
Debut Senna di kelas Karting berlanjut hingga tahun 1978 sampai 1979.
Pada usia 21 tahun, tepatnya pada tahun 1981 Senna pindah ke ajang open wheel lebih senior, yaitu Formula 3 di Inggris. TIga tahun berkiprah di Formula 3, pada tahun 1984 Senna memenangkan kejuaraan.
Di tahun yang sama, Senna menjalani tes drive di empat tim Formula 1 papan atas. Adalah Williams, McLaren, Brabham, dan Lotus. Sebenernya kemampuan Senna sudah teruji disini. Menjalani tes di tim Williams sebanyak 40 lap, waktu putaran Senna bahkan lebih cepat dari juara dunia bertahan, yaitu Keke Rosberg.
Tapi sayang, belum ada ada kursi tersedia di tim itu. Setidaknya itu lah yang diucapkan Sir Frank Williams. Begitu juga dengan McLaren, Ron Dennis mengatakan hal yang sama.
Yang paling memungkinkan adalah di tim Lotus. Peter Warr yang terkesan dengan catatan waktu Senna sempat kepikiran untuk menggantikan Nigel Mansel dengan sosok Ayrton Senna. Apa daya, pihak sponsor, dalam hal ini Imperial Tobacco, menginginkan pebalap Inggris.
Setelah mentok, akhirnya Senna mengawali karier Formula 1 di Toleman. Pada tahun itu Senna mencatatkan balapan pertamanya dengan Toleman di Sirkuit Interlagos, Brasil. Jadilah dia balapan di kandangnya sendiri sebagai local hero.
Total Sepanjang karier, Senna bergabung dengan empat tim selama sepuluh tahun berkarier, puncak karier Senna dicapai di McLaren dengan pencapaian 3 gelar juara dunia, yaitu 1988, 1990, dan 1991.
Dua tim sebelumnya adalah Toleman, Lotus, dan setelah hengkang dari McLaren Senna berlabuh di William sampai akhir hayatnya.
Tarian terakhir: Imola, San Marino, 1 Mei 1994
Mengawali start di pole, Laju Senna tak terbendung. Meskipun mobil tampak kurang stabil, Senna menggeber Williams FW16-nya. Sampai pada lap ke tujuh, tepatnya di tikungan Tamburello, menjadikan akhir dari semua yang pernah dilakukan Senna. Itulah tarian terakhirnya. Karena laju yang tak terkendali mobil Senna menabrak tembok pembatas yang menyebabkan seorang Ayrton Senna Da Silva menutup usia menghadap Sang Maha Agung!
A day before race, bendera Austria di fw16
Sehari sebelum kecelakaan, Senna sempat ke ruang medis, menanyakan perihal Roland Ratzenberger, pembalap Austria yang meninggal pada sesi kualifikasi GP San Marino.
Senna memaksa masuk, petugas keamanan mencegah. Tapi bukan Senna namanya kalau melunak. Petugas di hajar sehingga dia bisa masuk dan menemui Sid Watkins, kepala dokter FIA yang bertugas di F1. Senna menangis. Karena sebelum Roland Ratzenberger, pada sesi latihan Jumat, Rubens Barrichello pun kecelakaan sampai tak sadarkan diri. Ketika sadar, orang pertama yang dilihat oleh Rubens adalah Ayrton Senna.
Senna benar-benar peduli dengan keselamatan pembalap.
Bukti lain dari kepeduliannya adalah ketika Minggu pagi ( Waktu Italia), sebelum bertanding Senna menemui Alain Prost mantan rekan setim di McLaren, untuk membicarakan pembentukan asosiasi driver dan mengatur regulasi tentang keamanan pembalap.
Sesaat setelah kejadian, Marshal (petugas lomba) yang menolong, menemukan bendera Austria di Cockpit mobil Senna.
Senna yakin hari itu ( 1 Mei 1994) dia akan memenangkan lomba. Dan di Podium nanti, dia akan mengibarkan bendera Austria selain bendera negaranya, Brazil. Senna mengibarkan bendera Austria sebagai penghargaan (tribut) pada Roland Ratzenberger. Tapi takdir berkata lain..
Pada suatu konferensi pers, Michael Schumacher menangis sesenggukan usai memenangkan GP Monza 2000. Momen itu sekaligus memecahkan Rekor Senna. Musuhnya di lintasan. Sementara beberapa kali Mika Hakkinen berkali-kali menenangkan. Itu salah satu bukti kalau antara Schumy, Senna, Alain, dan masih banyak lagi pembalap tak pernah benar-benar bermusuhan satu sama lain.
Hanya saja kadang ‘kepentingan Paddock’ yang mengharuskan mereka bejibaku satu sama lain. Hingga peristiwa itu kecelakaan Senna itu berbuntut panjang yang menyeret beberapa nama di tim Williams, salah duanya Patrick Head dan, tentu saja, Sir Frank William sebagai pemilik tim.