Setiap insinyur tim di MotoGP yang bukan berasal dari Ducati hanya punya satu target saat ini: yaitu menemukan trik dan ide baru untuk mengejar ketertinggalan dari motor Ducati Desmosedici yang kini tengah merajai balapan.
Ducati telah memenangkan lebih dari separuh balapan selama dua setengah musim terakhir, dan saat ini Ducati menempatkan tiga pembalapnya di posisi teratas klasmen dalam perebutan gelar juara dunia 2023.
Di Le Mans mereka menguasai seluruh podium, di Mugello Ducati merebut empat posisi teratas dan di Sachsenring lima posisi teratas. Sementara itu, Silverstone menjadi balapan terburuk Ducati sejak balapan di Circuit of The Americas, dengan hanya satu motor yang berada di posisi lima besar. Hal ini kemungkinan besar tidak terlalu mengkhawatirkan, namun mungkinkah rival terbesarnya, Aprilia dan KTM, mulai mengejar ketertinggalan mereka? Mungkin saja.
KTM adalah pabrikan yang paling mengalami perkembangan besar di musim ini. Perombakan besar-besaran pada RC16 mulai dari aerodinamika, mesin, sasis, dan mungkin yang paling signifikan adalah ride height adjuster, yang mana telah mengubah RC16 menjadi motor yang mampu memberikan perlawanan sengit ke Ducati saat semuanya berjalan dengan baik.
Sementara itu, Aprilia RS-GP, yang merupakan saingan terbesar Ducati di tahun 2022, sempat terseok-seok di tahun 2023. Maverick Viñales sempat menempel ketat Pecco Bagnaia di seri pembuka musim ini, namun kemudian tidak ada satu pun podium yang diraih Aprilia dari keempat pembalapnya selama tiga bulan, hingga akhirnya Aleix Espargaro berhasil meraih posisi ketiga di Assen dan akhirnya menang di Silverstone.
KTM bisa berkembang karena ada dua alasan utama: pertama karena pabrikan asal Austria ini dan sponsornya Red Bull mengerahkan sumber daya yang sangat besar untuk proyek MotoGP, dan kedua karena mereka telah merekrut banyak insinyur dari Ducati.
Sementara di kubu Aprilia, tampaknya antara Aprilia dan Ducati masih ada saling benci, jadi sepertinya pabrikan Noale lebih memilih untuk menempuh jalannya sendiri dan sangat gengsi merekrut orang dari Ducati. Dan tentu saja hal ini juga dipicu perekrutan insinyur terbesar, Gigi Dall’Igna, yang memilih pergi ke rival mereka, dari Aprilia ke Ducati.
Jadi apa yang menjadi masalah Aprilia di enam seri balap antara Portimao dan Assen?
Temperatur dan tekanan ban depan menjadi masalah utama motor RS-GP dan seperti yang kita tahu bahwa kedua faktor tersebut saat ini memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap performa dibandingkan faktor lainnya.
Di Jerez, ban depan motor RS-GP mengalami peningkatan temperatur 11 derajat lebih panas dibandingkan motor-motor lain, yang mengakibatkan Aleix Espargaro tidak dapat bersaing dengan Ducati dan KTM di posisi terdepan. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh masalah keseimbangan motor atau aero downforce yang terlalu membebani ban depan.
Aprilia tampaknya sudah mengatasi masalah ini sekarang, tapi untuk memastikannya kita harus menunggu seri balapan dengan suhu panas di lintasan yang memberi kerja ekstra ban depan, seperti di Red Bull Ring .
Masalah lain yang dihadapi Aprilia adalah start yang buruk, yang semakin memperburuk kinerja ban depan motor Aprilia, karena ketika pembalap terjebak di tengah-tengah rombongan motor MotoGP yang bertenaga 300 horse power, maka temperatur ban depan akan meningkat drastis.
Hal ini seperti yang dikatakan chief engineer Aprilia, Romano Albesiano, beberapa bulan lalu yang mengakui bahwa titik lemah utama Aprilia adalah start yang buruk. Namun dia menegaskan performa Aprilia tahun ini tidak lebih buruk dari tahun lalu, tetapi para rival yang telah berkembang, terutama KTM, yang telah melakukan pengembangan yang hebat di area ini, dan bisa bekerja dengan sangat baik.
Silverstone menunjukkan bahwa Aprilia telah meningkatkan kualitas startnya, dengan update kopling baru dan sistem launch kontrol yang telah diperbarui.
Upgrade aero di Silverstone yang berupa fairing yang dimodifikasi dan fairing roda depan juga membuat perbedaan.
Tapi tentu saja, serangkaian tikungan Silverstone yang mengalir sangat cocok untuk motor RS-GP yang memiliki pengendalian yang baik. Tantangan berikutnya adalah sirkuit berkarakter stop-and-go, seperti Red Bull Ring.
Ducati tentu mempunyai keuntungan besar di trek seperti ini, karena Desmosedici memberikan torsi yang lebih besar daripada motor lain saat keluar dari tikungan lambat, dan motornya didisain tidak terlalu condong ke depan saat pengereman keras, sehingga memungkinkan pembalapnya menggunakan lebih banyak rem belakang untuk menghentikan laju motor dengan lebih cepat.
Jadi, ini adalah area di mana Aprilia harus bekerja keras mencari solusinya. Dan mungkin sasis karbon baru bisa membantu.
Umpan balik awal dari pembalap penguji Lorenzo Savador selama tes di Misano pekan lalu sangat positif, jadi Aprilia sekarang sedang melakukan evaluasi sebelum membuat keputusan untuk memakainya di seri balapan selanjutnya, Red Bull Ring.
Menguji coba sasis baru sesegera mungkin sangat masuk akal, karena tidak ada tempat yang lebih baik untuk mengevaluasi solusi baru selain di tengah panasnya akhir pekan balap.
Tapi mengapa Aprilia memilih sasis karbon?
Batas berat minimum MotoGP dipatok sangat tinggi, yaitu 158 kilogram, yang mana bertujuan untuk mencegah membengkaknya ongkos pengembangan yang mahal dan tidak efisien.
Sementara itu, berat minimum motor World Superbike adalah 168 kg. Jadi sebuah motor prototipe tercanggih ini harus memiliki berat sepuluh kg lebih ringan daripada motor jalan raya. Sangat jauh bila dibandingkan dengan berat minimum motor GP500 pada tahun 1990 yang hanya 115 kg, dengan berat minimum motor World Superbike di tahun itu yang mencapai 160 kg!
Jadi, Kenapa menggunakan sasis yang lebih ringan di MotoGP jika aturan berat minimumnya saja begitu tinggi?
Hal ini dikarenakan jika pabrikan bisa membangun motor dengan menghemat berat di satu area, maka sisa berat yang ada bisa digunakan di area lain yang bisa meningkatkan performa motor.
Aprilia tahu bahwa salah satu kelemahan terbesarnya melawan Ducati adalah sulitnya bagian belakang motor Aprilia untuk tetap menginjak aspal saat melakukan pengereman , yang mana bila motor bisa tetap menginjak aspal saat mengerem, membuat para rider dapat memanfaatkan cengkeraman ban belakang Michelin yang sangat kuat untuk menghentikan laju motor dengan sangat cepat, yang pada akhirnya juga mengurangi beban dan juga risiko crash akibat ban depan Michelin yang kurang bagus.
Dan mungkin saja menyeimbangkan kembali motor Aprilia RS-GP dengan bobot yang dihemat dari sasis serat karbon akan membantu para insinyur untuk meningkatkan keseimbangan pengereman motor. Dan tak hanya itu saja, masih banyak manfaat lainnya dari sasis serat karbon ini.
Serat karbon memungkinkan para insinyur Aprilia untuk menyesuaikan karakter kelenturan dan kekakuan sasis di setiap areanya, dengan menggunakan tenunan karbon yang berbeda, lapisan karbon yang berbeda, dan lainnya,
sehingga para insinyur dapat menentukan dengan tepat seberapa lentur dan kaku sasis yang diinginkan pembalap saat melibas tikungan tertentu . Hal ini akan jauh lebih sulit dilakukan dengan sasis berbahan alumunium.
Dan jika Aprilia bisa lebih cepat 0,1 atau 0,2 detik saja per lap dengan menggunakan sasis karbon ini, maka tak diragukan lagi Aprilia akan memenangkan lebih banyak balapan.